Bukan Panggung Sandiwara

Berawal dari lumpuhnya kaki Servasius Bambang Pranoto akibat jatuh terperosok ke dalam parit. Berbagai cara ditempuh baik medis dan alternatif yang membuat Bambang hampir putus asa. Jatuh bukan berarti tak berdaya. Bangun melawan sakit adalah obat sesungguhnya. Ketenangan membawanya teringat resep leluhur akan minyak balur kesehatan.

Menjaga kearifan lokal adalah sebuah idealisme, jawaban dari apa yang dia percayai selama ini. Manusia bagian dari alam memiliki energi. Kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Ramuan lokal dibuatnya dan Kutus Kutus membangkitkan kekuatan itu. Banyak yang tertolong dengannya. Intuisi Bambang mendorongnya untuk memproduksi secara manual di rumahnya. Hingga besar dan makin besar pada tahun 2018 berdirilah pabrik Kutus Kutus di Gianyar Bali. Berusaha dengan merawat diri, merawat sesama manusia, dan merawat alam semesta adalah jalan yang dipilih. Pada atmosfer yang sama Iwan Fals & Band hadir menghiburnya.

Tahun 2019 adalah 6 tahun Kutus Kutus. Kutus Kutus sendiri adalah bahasa Bali yang artinya 88. Bentuk unik dan menyerupai simbol infiniti, sebuah harapan ke depan agar bisa terus abadi menjadi minyak yang dikenal di dunia. Bukan hayalan, saat ini produksi sudah mencapi satu juta botol perbulan dan pemasaran Kutus Kutus sudah sampai ke Belanda, Australia, dan negara-negara Eropa lainnya. Ini jawaban dari sejarah mengapa Eropa datang ke Indonesia mencari rempah-rempah.

Perayaan 6 tahun Kutus Kutus menghadirkan kolaborasi maestro Indonesia. Konser Maha Karya Kutus Kutus menjadi konser fenomenal di penghujung tahun 2019. Harmoni sang legenda. Pengarah dan penata musik Erwin Gutawa. Pengarah artistik Jay Subyakto. Pengisi acara Iwan Fals, God Bless, Rossa, Isyana Sarasvati, Kompiang Raka, Erwin Gutawa Orkestra. Ini bukan panggung sandiwara karena nyata adanya. Bukan panggung sandiwara saat God Bless & Iwan Fals menyanyikan lagu Panggung Sandiwara.

God Bless, grup musik aliran rock yang pernah menjadi band pembuka Deep Purple pada tahun 1975. Kini masih bertahan dan masih manggung. Vokalis bernama lengkap Ahmad Syech Albar berusia 73 tahun nampak sehat. Masih berjalan tegap dan langkahnya panjang. Datang latihan bersama Ian Antono ke Studio Fals Record menyetir mobilnya sendiri. Toyota Fortuner hitam yang dikemudikannya singgah ke Leuwinanggung. Apa rahasianya ya? “God Bless menjaga toleransi, saling menghargai. Rahasianya ya bersyukur aja,” ucap Ahmad Albar.

God Bless artinya Tuhan memberkati. “Kujilat angkasa kuciumi matahari” menandakan God Bless memiliki daya nalar menembus batas kewajaran. Sensasi yang diungkapkan dengan pilihan kalimat “menjilat matahari” sampai saat ini belum bisa ditemukan riwayat aslinya. Apakah ini yang dinamakan bahasa langitan? Bahasa yang hanya dimengerti oleh kaum tertentu. Karena bahasa musik tidak mudah untuk menjelaskan kerumitan bunyi, kerumitan akord, dan kerumitan rangkaian kata-kata. Sedangkan publik tidak peduli dengan kerumitan itu. Yang penting enak didengar dan disuarakan itu sudah terkoneksi dengan suasana hati.

God Bless, masih bisa memainkan lagu-lagunya yang terkenal keras, cepat, dan rumit seperti lagu Musisi. Skill bermusik yang dimiliki Ian Antono (gitar), Donny Fattah (bass), Abadi Soesman (keyboard), Fajar Satritama (drum) layak dijuluki maestro musik Indonesia. Bagi penyanyi muda dapat berguru soal teknik dan power vokal Ahmad Albar. Ahmad Albar masih kuat bernyanyi lagu Kehidupan, Menjilat Matahari, Musisi, Syair Kehidupan, Semut Hitam.

Dua maestro. Dua legend. Bertemu dan sepanggung. Ahmad Albar dan Iwan Fals menyanyikan Pesawat Tempur, Panggung Sandiwara. Ini bukan panggung sandiwara. Ini terwujud, kapan lagi?

Kelas motivasi untuk generasi muda. Usia bukan menjadi alasan untuk tetap tampil prima di atas panggung. Usia bukan menjadi alasan untuk mati berkarya. Maha Karya Kutus Kutus memberikan arti kehidupan. Maka kemesraan Iwan Fals & Band, God Bless, Rossa, Isyana, dan Erwin Gutawa Orkestra di atas panggung adalah isyarat tentang hidup saling memberi dan saling menguatkan.


Leuwinanggung, (11/12/2019).

Fotografer : Ichan Maulana
Penulis : Syaiful Ramadlan
Editor : Rosana Listanto