Refleksi Situasi

Di awal tahun 2019 Indosiar merayakan hari jadinya ke-24. Menghadirkan momen puncak bertajuk “Konser Raya 24 Tahun Indosiar Luar Biasa” dari Plenary Hall Jakarta Convention Center (JCC) mulai jam 19:00 WIB. Tayangan televisi yang menjanjikan penampilan Iwan Fals sudah dinanti oleh penonton.

Seperti tahun sebelumnya, Indosiar pun menggelar acara di tempat yang sama. Ada yang berbeda dengan pemandangan JCC tahun ini. Belajar dari pengalaman tahun lalu, saat Iwan Fals tampil perdana memancing emosi penonton dan memaksa masuk ke gedung sementara kapasitas gedung sudah penuh. Akibatnya kekecewaan penonton ditumpahkan menjadi ajang lempar batu ke kaca gedung. Maka untuk tahun ini halaman depan gedung yang berdinding kaca dilindungi oleh pembatas dan penonton luar gedung disediakan layar lebar.

Penonton datang berangsur-angsur sejak siang hari. Kebanyakan datang berkelompok dan berkumpul di depan pintu gerbang. Untuk masuk ke gedung JCC, Indosiar memberlakukan tiket undangan. Penonton Iwan Fals banyak yang tidak memiliki tiket undangan. Jika dibandingkan, penonton yang tidak memiliki tiket undangan lebih banyak jumlahnya dari penonton yang memiliki tiket. Maka perburuan tiket berlangsung dalam 1-2 hari sebelum acara. Ada yang sudah memiliki tiket undangan tetapi memilih bertugas menjadi Tim Oi. Ada yang aktif mengikuti quiz dari Komunitas Tiga Rambu. Ada yang merasa percaya diri akan mendapat tiket undangan sehingga tidak melakukan upaya. Hasilnya mudah ditebak, nihil. Tidak ada keberuntungan datang sendiri karena keberuntungan mesti diraih, begitu kira-kira.

Namanya acara di gedung, tentu berlaku aturan dilarang memakai sandal dan dilarang merokok. Seperti 11 orang penonton dari Subang, tiket sudah di tangan tapi tidak bersepatu. Juga 5 orang penonton dari Depok yang sudah dipastikan mempunyai tiket undangan. Atas nama solidaritas mereka memilih bertahan di luar bersama penonton layar lebar dibanding memilih masuk ke dalam gedung. Unik tetapi bisa dimengerti, fals.

Kesabaran itu bukti dari kecintaan. Bagaimana tidak, 4 jam sejak acara dimulai penikmat musik Iwan Fals masih bertahan menunggu penampilan Iwan Fals. Yang di dalam gedung ber-ac berbaur dengan penikmat dangdut butuh kedaulatan hati dan bijak menerima perbedaan warna musik. Yang di luar tetap menjaga kebersamaan dengan beralaskan aspal, ada yang duduk dan ada juga yang tidur-tiduran menyaksikan artis Indosiar dari layar lebar. Yang di rumah setia tidak berpindah channel walau sudah menghabiskan sendiri 3 gelas kopi. Bahkan yang sedang berkendaraan di jalanan terus memantau lewat sosmed karena khawatir jagoannya muncul di tv tetapi dia tidak sempat menyaksikannya.

“Pernah kita sama-sama susah terperangkap di dingin malam,” ucap Iwan Fals.

Lyrik yang membangunkan orang-orang menaklukan rindu dari penantian yang cukup panjang. Iwan Fals tampil dengan senjata andalannya gitar dan harmonika. Agnez Mo muncul dengan tarikan suaranya yang khas.

“Cukup lama aku jalan sendiri tanpa teman yang sanggup mengerti,” balas Agnez Mo.

Emosi penonton semakin menjadi tatkala “Belum Ada Judul” oleh orkestrasi Oni N Friends dipadukan ke “Matahariku”. Konser Raya 24 Indosiar Luar Biasa sungguh menjadi tontonan luar biasa dengan melintas batas generasi legenda musik Indonesia. Agnez Mo dikenal sebagai penyanyi cilik di usia 6 tahun kini sudah menjelajah industri Amerika Serikat. Tampil bersama Iwan Fals penuh energi, Agnez Mo menunjukan kelasnya sebagai penyanyi kelas internasional.

“Dengarlah matahariku suara tangisanku Kubersedih karena panah cinta menusuk jantungku ucapkan matahariku puisi tentang hidupku tentangku yang tak mampu menaklukkan waktu,” teriak Agnez Mo.

Orkestrasi Oni N Friends memainkan intro musik lagu “Bento” tetapi lyrik yang masuk adalah lagu (Alm) Benyamin Sueb “Nonton Bioskop”. Hentakan musiknya memancing Agnez Mo mengajak Iwan Fals ngibing. Untuk soal ngibing Iwan Fals tak kalah jagonya, kaki dan pinggulnya terbiasa karena terlatih di karate.

Sudah? Segitu doang? Segitu aja Iwan Fals? Berapa lagu lagi? Beragam tanya tak terjawab. Ada rasa belum puas dari penonton setelah Iwan Fals turun. Sebagian memilih bubar karena hari sudah tengah malam. Sementara petir menghiasi langit Jakarta. Hujan memaksa penonton menepi. Satu jam kemudian Iwan Fals kembali tampil menyuarakan “Surat Untuk Wakil Rakyat” dan menutup dengan “Kuda Lumping”.

“Wahai yang sedang berdiskusi. Di atas kursi panas hasil keringat rakyat. Di balik balutan jas dan dasi yang rapih. Dimanja oleh dinginnya ruang rapat,” orasi Iwan Fals.

Buat apa duduk di gedung DPR tanpa berbuat. Apa untungnya ada di rumah rakyat jika tak ada hasil untuk rakyat. Atas nama rakyat menaruh harapan agar bisa menjadi penyambung lidah rakyat untuk memburu tikus-tikus bangsa.

Puncak penampilannya, refleksi situasi tahun 2019 menjelang pemilu dijabarkan Iwan Fals. Kibasan kata-katanya baik lewat lyrik lagu maupun orasi merefleksikan situasi. Apakah benar sesuai harapan. Wakil rakyat atau musuh rakyat? “Aku juga dianggap sinting sebenarnya siapa yang sinting,” kata Iwan Fals.


Leuwinanggung, (16/1/2019).

Fotografer : Ichan Maulana
Penulis : Syaiful Ramadlan
Editor : Rosana Listanto