SUARA KEMANUSIAAN

Kepiting kecil di atas kasur
Terombang–ambing mengikuti ombak
Kapal laut di trotoar jalan
Kesepian menunggu penumpang
Ada orang nyangkut di atap rumah
Motor dan mobilnya nyangsang di pohon

Doa sedih lagu sedih puisi sedih
Menghiasi televisi, koran, dan hari-hari kami
Warnanya biru lebam kehitam-hitaman
Baunya busuk merogoh sukma siapa saja
Sumbangan dan sukarelawan menumpuk
Kepanikan bertumpuk-tumpuk

Balok-balok kayu berceceran di jalanan
Sehabis menghantam siapapun
Ribuan bayi, anak-anak, dan orang dewasa mati
Dan menjadi pengungsi di kota mati
Butuh waktu tahunan untuk menghidupi
Tapi ini semua kenyataan yang harus kita hadapi
Harapan tidak boleh mati walau masjid dipenuhi sampah dan orang mati

Oh negeriku sayang bangkit kembali
Jangan berkecil hati bangkit kembali
Kau yang ditinggalkan tabahlah sayang
Ini rahmat dari Tuhan kita juga pasti pulang

Kepiting kecil di atas kasur
terombang –ambing mengikuti ombak
kapal laut di trotoar jalan
kesepian menunggu penumpang

Oh negeriku sayang bangkit kembali
Jangan berkecil hati bangkit kembali
Kau yang ditinggalkan tabahlah sayang
Ini rahmat dari Tuhan kita juga pasti pasti pulang

Kepiting kecil di atas kasur terombang-ambing mengikuti ombak (Harapan Tidak Boleh Mati: Iwan Fals)


Suara kemanusiaan yang ditulis dalam lagu di atas menjadi pembuka konser di Lapangan Penerbad Pondok Cabe Tangerang Selatan. Konser Kemanusiaan Peduli Palu disaksikan penonton yang datang berangsur-angsur sejak siang sampai malam. Detik per detik menjelma menjadi perubahan waktu dan peristiwa. Ini menyebabkan lapangan yang luas diisi lautan manusia.

Iwan Fals tiba di lokasi sore hari dan langsung melakukan kegiatan menanam pohon. Kemudian Iwan Fals mendatangi kantor Komandan Penerbad. Bertepatan dengan itu hujan deras dan angin sangat kencang mengiringi penampilan Anto Baret KPJ. Arena yang terbuka menyebabkan angin berhembus tanpa halangan. Tenda-tenda bergerak karena dorongan angin. Doa-doa dibacakan sambil memegang tiang besi tenda agar tidak beterbangan. Selepas maghrib hujan reda dan langit menjadi cerah seakan merestui pertunjukan Anto Baret KPJ di malam hari.

Iwan Fals & Band tampil total. Lebih dari dua jam Iwan Fals berdiri di atas panggung. Dua puluh satu lagu disuarakan dan penonton merespon menjadi energi. Harapan Tidak Boleh Mati, Hadapi Saja, Ya Allah Kami, Seperti Matahari, Tak Biru Lagi Lautku, Pohon Untuk Kehidupan, Sampah, Terminal, Bunga Trotoar, Pesawat Tempurku, Nyanyian Perang, Bento, Bongkar, Hio, Nyanyian Jiwa, Ibu, Satu-satu, Bunga Kehidupan, Katakan Kita Rasakan, Di Bawah Tiang Bendera, Kesaksian.

Malam itu tidak kurang tiga puluh ribu orang menjadi saksi dan mempertebal suara hati Iwan Fals untuk yakin melangkah bersama. Ada yang datang sendiri, ada yang datang berduaan, ada yang datang bergerombol. Dan tidak sedikit yang datang bersama anak dan istrinya. Meminjam istilah Sawung Djabo, “kumpul bersenyawa”.

Relawan kemanusiaan turun ke lokasi bencana dengan segala resikonya, mereka manusia pilihan menjalankan misi kemanusiaan. Yang tidak turun ke lokasi bencana tidak kalah pentingnya karena mereka turut bergerak dengan sumbangan harta dan sumbangan doa. Seperti yang dilakukan anggota Ormas Oi yang menghimpun sumbangan dari masyarakat dengan cara membuka rekening kemanusiaan. Berbagai kegiatan dilakukan oleh anggota Ormas Oi di berbagai titik kegiatan. Ada juga lelang kaos yang berhasil menghimpun dana cukup besar. Ada tiga kaos dan satu sajadah yang berhasil dilelang. Kaos pertama senilai 8,5 juta. Kaos kedua senilai 17 juta. Kaos ketiga senilai 6 juta. Dan sajadah milik Annisa Cikal Rambu Bassae senilai 10,5 juta.

“Terima kasih sudah datang. Ini silaturahmi dari Cikal mudah-mudahan Cikal banyak melakukan perjalanan panjang,” ungkap Iwan Fals mengawali intro Nyanyian Jiwa.

Saudaraku, jangan kamu tanya agamanya apa, sukunya apa, dukung partai apa, dukung capres mana. Ketika berada di tengah persoalan bencana jangan kamu tanyakan itu karena atas nama kemanusiaan semua adalah saudara. Inilah persahabatan abadi aku, kamu, dia, mereka, dan kumpul bersenyawa menjadi kita. Kesepakatan hati kita adalah tanah air yang mewariskan generasi penerus nilai-nilai kebaikan. Lombok dan Palu dilanda bencana maka ini menjadi panggilan suara hati yaitu suara kemanusiaan. Menembus batas tak berbatas adalah jangkauan suara kemanusiaan.

Leuwinanggung, (5 November 2018).

Fotografer : Evelyn Pritt
Penulis : Syaiful Ramadlan
Editor : Rosana Listanto